Bunga Flanel Jogja Triaka Project Preorder Tercepat

UPDATE PRICELIST TRIAKA PROJECT, SEPTEMBER 2016
     

Fast Respon
wa(only) : 085878299672
line : Agustinikapratiwi_ (Pakai underscore)

kontak darurat kalu kontak itu g respon
LINE : satriogntro_ (Pakai underscore)
bbm : 5E1C1AEF
wa : 085743099389
Catalog dan Testimoni Pelanggan kami bisa cek di akun Instagram @TriakaProject

Untuk COD kami hanya melayani di Jogja Kota(area TUGU Jogja - Malioboro) dan Bugisan, Bantul. Selebihnya di kenakan charge tambahan.

Macam Bunga dan keteranganya.


1. Bunga Flanel 1 tangkai.
Harga setangkainya Rp.8.000,-
Stock : Ready

2. Buket Bunga Flanel isi 7 tangkai
Harga : Rp.25.000,-
Preorder minim sehari
Stock : Ready

3.Buket Bunga Flanel isi 10 tangkai
Harga : Rp.35.000,-
Preorder minim 1 hari
Stock : Ready

4.Buket Bunga Flanel isi 15 tangkai
Harga : Rp.50.000,-
Preorder minim 2 hari
Stock : Ready

5. Buket Bunga Flanel isi 23 tangkai
Harga : Rp.75.000,-
Preorder minim 2 hari
Stock : Ready


6.Buket Bunga Flanel isi 30 tangkai
Harga : Rp.100.000,-
Preorder minim 2-4 hari
Stock : Ready


6.Buket Bunga Flanel isi 50 tangkai
Harga : Rp.150.000,-
Preorder minim 3-4 hari
Stock : Ready



7. Buket Bunga Flanel isi 100 tangkaiHarga : Rp.300.000,-
Preorder minim 4-6 hari
Stock : Harus order dulu




8.Buket Bunga Flanel Samping isi 7 tangkai + Boneka
Harga : Rp55.000,-
Preorder minim 2 hari
Stock : READY


9.Bunga Flanel Di gift box ukuran 26x20 cm
Harga : Rp 100.000,-
Preorder minim 2 hari
Stock : READY

10.Bunga Flanel di Giftbox Ukuran 35x25cm
Harga : Rp150.000,-
Preorder minim 2 hari
Stock : READY

11.Bunga Flanel di Keranjang + Boneka
Harga : Rp60.000,-
Preorder minim 2 hari
Stock : READY

NOTE :

UNTUK TAMBAH BONEKA DI KENAKAN CHARGE SEBESAR RP. 25.000,-
contohnya
15 tangkai harga Rp.50.000,- jadi itu di tambah Rp.25.000,-

JADI TOTAL KALAU TAMBAH BONEKANYA Rp.75.000,-




TATA CARA PEMESANAN
1. Tentukan ukuran bunga yang mau di pesan dan budget yang anda punya silahkan pilih di daftar yang ada, untuk custom di kenai biaya tambahan

2.  Tentukan Warna Bunga, warna bunga bisa satu macam 2 macam 3 macam atau bahkan banyak macam tergantung permintaan. Tapi untuk warna yang jarang di pesan/rawan susah di jual wajib DP terlebih dahulu. Sample warna Triaka Project silahkan pilih di bawah ini

Pintar- pintar pembeli saja memadukan warnanya pasti kami pasti siap melayani

3. Tentukan tanggal pemakaian, misal kalau wisuda tanggal 10 pesanya kalau bisa tanggal 3 atau 10 hari sebelumnya jadi ini tergantung pembeli saja pintar" memanajemen waktu.

4. Hubungi kontak kami lalu sampaikan ukuran, warna dan tanggal pemakaian agar pesanan tercatat rapi

5. Tentukan tanggal pengambilan. Bisa di musyawarahkan pembeli dan penjual.

6. Jangan mengecewakan kami, kami tidak meminta Dp sedikitpun untuk pesanan dalam kota karena kami percaya pada pembeli kami maka dari itu kalau pesan harus komunikatif biar sama" paham pesananya, misal pesanan tidak sesuai kan pembeli tidak rugi malahan penjual yang rugi, harus menjual lagi bunga pesanan. kalau warna yang sering laku mah tak apa tapi kalau warna yang jarang laku kan kami rugi banyak. gitu.

6. Bayar pakai uang pas 😂

Yang paling penting dan harus di budayakan baca semua dengan teliti biar prosesnya lancar jaya. Jangan pesan dadakan biar semua sama-sama enak dan gak repot. Jangan di NEGO ini sudah harga pas.
Yuk buruan di pesen bunga flanelnya.....

Related Posts:

Muter Kulon Progo Ketemu Spot Foto


Panasnya siang itu(14 November 2015) terlalu menyengat kulitku yang coklat sawo terlalu matang ini, walau kemeja sudah melindungi tangan yang kelihatanya tangguh tapi rapuh ini. Kupacu motor Yamaha Mio J yang belum lunas dari kreditan melewati jalan raya Jogja-Wates. Keringat mengucur deras di dalam pakaian juga di wajah yang kotor terkena debu jalan. Tak ku sangka siang ala kemarau itu benar-benar menguras tenaga. Jam menunjukan jarumnya di angka 1, sampailah saya di Pasar Sentolo. Dilema antara lanjut ke wates atau belok ke Girimulyo dan sayapun putuskan lanjut ke Wates. Selama ada aspal hati ini tak ragu mengikutinya.
Wates hanya angan-angan, saya tak kuasa mengikuti insting mengembara saya yang berprinsip “jalan yang sudah pernah itu sudah basi, find new road and explore it!”, makalah saya belok di pertigaan sebelum kota wates menuju arah Rel kereta api. Dari awal saya memang sudah bingung mau kemana karena hanya ingin memuaskan hasrat photography saya. Bermodalkan bensin dan “sing penting yakin” saya berniat menuju Kedung Pendut yang hits-nya bukan maen itu.
Dari utara kota Wates saya pacu motor saya menuju arah Kedung Pendut. Damai rasanya bisa mengistiratkan pikiran yang agak kurang waras ini dari kesibukan. Di jalan menuju kedung pendut hawanya tak lagi sepanas ketika saya memacu motor di jalan Jogja-Wates tadi melainkan sejuk karena rindangnya pepohonan di sepanjang jalan Sampai di suatu jalan yang di sisi kananya menyuguhkan sungai yang kelihatanya berkompeten untuk di obok-obok yang membuat saya galau mau lanjut atau berkunjung.
Coba itung ada berapa cethol disitu?
Lama saya galau hamper 200m dari titik saya berfikir tadi saya juga pikir-pikir mau di taruh mana motor ini kalau mau blusukan karena memang jarak dari jalan aspal ke sungai itu cukup jauh. Tidak hanya itu, sepertinya sungai ini memang sulit di capai dari jalan aspal ini karena jurangnya yang agak tinggi namun tak ada jalan turun yang strategis di jadikan tumpuan kaki. Bagi pembaca yang pernah ke Kedung Pendut lewat jalur selatan pasti juga tau bagaimana bayangan antara jalan aspal dan sungai ini.

Sampai pada suatu pertigaan di pinngir sungai ada satu jalan yang mengarah ke sungai itu saya tak tau menahu nama Desanya alias lupa.
Yang saya cari akhirnya datang juga saya langsung berbelok ke kanan menuju jalur desa beralaskan cor semen yang mengarah ke sungai itu, saya sempat bingung dan terlewat jalur desa itu dan saya pun putar balik. Di musim kemarau sungainya memang jernih sekali tak seperti pada saat musim penghujan. Di ujung turunan jembatan semen tua sudah menyambut saya, lalu saya parkirkan motor saya di sebelah jembatan agar tak mengganggu penduduk desa yang hendak lalu lalang melewati jembatan tersebut. Yang saya sesalkan kali itu saya tak membawa tripod, padahal jika di sandingkan dengan wisata hits yang ada di Kulon Progo tempat ini menurut saya lebih Photogenic. Yang di tawarkan dari tempat ini adalah air yang jernih dan batuan sungai yang bertebaran dimana-mana selain itu tak ada gangguan dari pengunjung lain karena memang tak ada pengunjung yang berada di tempat ini. Karena yang saya cari bukan hanya foto yang indah namun juga suasana yang membuat hati bersyukur atas ciptaan Tuhan YME.
Jernih bukan
Di siang itu saya tak sendirian lagi main di sungai ada dua gadis yang sedang mencuci baju. Miris sekaligus senang sih, mirisnya sungai seindah ini terkotori oleh detergen dari gadis-gadis yang lucu ini namun senangnya adalah saya bisa melihat aktivitas manusia dengan alam yang masih di pertahankan di wilayah pedesaan dan pelakunya pun masih belia.
Senyuman anak kecil itu "Murni"

Bayangkan di Kota-Kota, apakah anak perempuan yang pulang dari sekolah melakukan ini? saya kira tidak, kebanyakan anak di Kota sekarang tak perduli lagi akan kesusahan yang di alami orang tuanya. Saya paham betul apa yang saya keluhkan ini. karena memang saya di besarkan di lingkungan menengah kebawah yang suka dengan hal wow tapi lupa akan nilai-nilai anak pada orang tua.
Jernihnya air berpadu batuan dengan teduhnya pepohonan membuat saya betah berlama-lama disini. Bahkan niat saya yang tadinya moto jadi tak banyak moto melainkan hanya bersantai ria sambil berbincang bersama gadis-gadis itu. Tapi sayang waktu sudah mempersilahkan saya untuk pulang. Andai saja saya dapat menghentikan waktu walaupun hanya sekejap. Saatnya untuk pulang ke Jogja karena takut kemalaman.
Sudah dulu ya tempat indah...
Pulang Lewat Mana?

Hari belum terlalu sore untuk pulang sih sebenarnya. Saya masih pengen muter tapi muter kemana?. Saya masih penasaran jalur aspal yang tadi saya tempuh itu memang menuju kedung pendut atau bukan, maka dari itulah saya ikuti lagi jalur aspal itu. Kalaupun iya kan sekalian lewat jalur utara melewati Sawah Nanggulan yang guedhe itu. Keputusan sudah saya ambil saya tidak mau putar arah menuju wates lagi melainkan menuntaskan misi ke arah kedung pendut kalaupun itu salah ya saya puter arah tapi kalau benar saya ikuti jalurnya menuju nanggulan.
Sekitar 10 menit saya memacu motor sayapun melihat plang menuju jalan desa ke kedung pendut, feeling sudah benar tinggal cari jalan menuju arah Air Terjun Mbang Soka lalu ikuti jalan menuju Nanggulan. Yang di damba tiba juga, sayapun berhasil juga memenukan jalan Air Terjun Mbang Soka dan sekarang saya agak ngebut menuju sawah Nanggulan.
Beruntung kali ini saya mengarah ke Sawah Nanggulan. Hijau sawah yang menyejukan hati menyambut saya saya arahkan motor saya menuju jalan ke utara samping selokan dan memotret sawah dari sini.
Sawah Nanggulan
Lalu saya menuruni jalan ke barat menuju ke sawah.
Sepertimya jalan ini baru di bangun karena terakhir saya melewati selokan belum ada jalur cor semen yang seperti ini.

Bapaknya sudah tau kalau mau di foto.
Agaknya hari ini saya mendapat banyak pengalaman baru karena memang mengambara tak bisa tiap hari tiap waktu, pasti kita juga butuh dana untuk melakukan pengembaraan.
Sepeda Tua, Sawah dan Menoreh
Karena sejatinya tak ada pengembaraan yang instan. Semoga postingan kali ini dapat bermanfaat. Salam Mengembara (.

Related Posts:

Wohkudu yang Malang


Kata siapa mengembara itu hal yang mengasyikan dan menyenangkan. Mengembara bisa juga jadi hal yang menjenuhkan saat suatu tempat yang kita kunjungi sudah tak lagi menawarkan rasa teduh di hati dan justru membuat mental jadi ciut. Dewasa ini tren travelling ala acara stasiun tv swasta sedang marak-maraknya meskipun acara tv itu sudah tak booming lagi nyatanya dampaknya sangat berpengaruh bagi sebagian kalangan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pengunjung yang datang ke suatu tempat wisata dengan tujuan dan hakikat masing-masing. Namun yang perlu di garis bawahi di sini adalah apa dampak positif pada tempat yang di kunjungi tersebut? Atau justru dampak negatif yang lebih mendominasi?. Hal ini sering kali di lupakan oleh penggiat kegiatan “traveling”. Untuk itu saya akan membagi pengalaman saya di suatu pantai di Gunungkidul yang “notabenya”(dulu) masih asri dan sepi dan minim fasilitas.Namun sekarang? Baca dan simpulkan sendiri :D

Nama patainya adalah Pantai Wohkudu, tentu para kekinian sudah tau pantai ini terletak dimana. Pantai berpasir putih yang tidak begitu lebar dan luas ini memanglah menjadi idaman penggiat kegiatan outdoor yang bermaksud merusak menjalin kasih dengan suasana alam pantai karena memang letaknya tak jauh dari kota Jogja. Hanya tinggal menggunakan kendaraan pribadi menuju kecamatan Panggang kurang lebih 1 jam dan trekking kurang lebih 15 menit pantai ini sudah dapat di nikmati. Pertama kali saya datang ke pantai ini pada awal tahun 2015 dan mengulang lagi karena tak sempat menikmati camping ceria di tempat ini pada hari Sabtu(7 februari 2016). Berawal dari rencana yang sering gagal berkepanjangan akhirnya jadi juga wacana mini yang di rencanakan ini.
Wacana yang sudah tertunda 2 kali ini akhirnya tereleasisasi juga. Personel saat itu ada 4 orang yaitu Saya, Agustin(pacar saya), Febri Mercon dan Marchel the Barista. Titik awal kami berangkat adalah basecamp kami yaitu warung mercon mas Febri yang berada di Jalan Letj. Suprapto, Ngampilan Yogyakarta. Kami berangkat sekitar kurang lebih pukul 22.00 WIB karena menunggu si barista kami pulang dari Coffe Bean. Setelah semua prepare logistic terpenuhi dan sewa tenda blablabla komplit kami berangkat menuju Pantai Wohkudu dengan santay dan tidak terburu-buru dan akhirnya sampai di sana pada pukul 23.46 WIB. Sesampainya disana firasat saya sudah tak karuan, di karenakan parkiran kali itu benar-benar penuh dan sesak di tambah pertanyaan bodoh saya kepada penjaga kendaraan yang di jawab dengan singkat yaitu “Ramai Pak”. Apa daya waktu sudah tak bisa di kompromi untuk berpindah pantai lain. Pantai sebelah yang hits karena Pohon Abadinya itupun “katanya” juga sudah penuh tak ada tempat lagi untuk mendirikan tenda. Mau bagaimana lagi? Kami hidup di Jogja yang menyandang berbagai macam sebutan dari Kota Budaya, Kota Wisata, dan tentu saja Kota Pendidikan yang membuat banyak mahasiswa yang berada di Jogja dan mengakibatkan banyaknya penggiat kegiatan Outdoor di Jogja.
Kendaraan sepertinya sudah aman terkondisikan. Kami mengeluarkan senter kami dan berjalan menyusuri jalan setapak di dominasi batuan karang yang licin karena siang harinya terguyur hujan. Suasana jalan malam kali ini tak sperti biasanya, hanya keinginan lekas sampai dan mendirikan tenda lalu masak ngopi lalu istirahat. Tak ada imajinasi liar yang muncul seperti saat saya mendaki Gunung Sumbing tahun baru lalu. Hanya biasa saja alias flat. Di iringi canda tawa kami menuruni bukit yang licin itu dan tak jarang terbahak karena salah satu dari kami terpleset di kelicinan setapak remang itu. Kami menyebut tergelincir dengan level sudah mbletok/terkena lumpur itu GOL sedangkan kalau hanya hamper terpeleset dan masih bisa beranjak itu Offside di iringi dengan candaan macam Komentator pertandingan sepak bola kami menikmati setapak itu. Namun bukan berarti kami tak menjaga kesopanan kami di tempat itu. Ini hanya gurauan agar suasana tak datar dan kaku dan tetap saling menolong ketika GOL dengan level di atas mbletok itu wajib karena itulah gunanya kita punya TIM.
WOW ATAU WAH?
Setelah menyusuri setapak remang membisu selama 15 menit itu kamipun akhirnya sampai juga di bibir pantai. Ekpresi awal yang kami berikan bukanlah WOW ataupun Kita sampe juga di pantainya ala pendaki meraih puncak namun sebaliknya, seperti penantian yang berujung lara (. Banyangkan saja pentai yang berukuran kurang dari 200m persegi di penuhi puluhan orang dan belasan tenda tak terorganisir dan maraknya sampah di tempatkan pada satu wadah dan di bakar mentah-mentah. Yang terucap hanyalah “OPO IKI?”. Dan yang parahnya lagi di jalan setapak menuju pantai kami bertemu kisana yang sedang bersemedi mendalami jurus “DRUNKEN MASTER” tanpa busana(hanya celana pendek saja). Dan ada pula yang mendalami jurus Kera Wira-Wiri sok asik tanya sana tanya sini. Kami tak mau ambil pusing langsung saja kami dirikan tenda dan di tempat yang memang kurang berkompeten untuk menikmati pantai, mau gimana lagi sudah hilang selera sih. Jam menunjukan pukul 12.10dan tenda pun sudah berdiri terjejer lalu cooking set kami keluarkan makan dan ngopi ala kadarnya.

Malam itu hawanya agak panas/sumuk dan tak begitu lama kami disitu tibalah rombongan baru. Mereka dengan sigap mendirikan tenda di belakang tenda kami berdiri lalu tak sungkan pula menyalakan perapian dengan ramai riuh bergitar di perapian itu.Saya tak tahu kayu yang mereka bakar itu bawa dari atas atau menebang ranting-ranting di pohon.

Jangan bakar-bakar di pasir
Awalnya saya tak menggerutukan masalah itu karena memang saya sedang asik motret namun setelah pacar saya bilang pada saya bahwasanya asap dari perapian itu masuk ke tenda saya dan membuat udara tak lagi bersahabat barulah saya menggerutukan masalah perapian di keramain ini. Karena saya tak punya nyali dan malas urusin urusan orang ya mending di diamkan saja nanti kalau sudah habis kayunya pasti juga berhenti. Yang saya heran adalah hawa sudah panas kenapa di tambahi panasnya? Apa memang perapian itu kewajiban saat berkemah? Atau hanya untuk asik-asikan saja?. Dampaknya kan yang ngrasain kan bukan yang bakar, melainkan sekitarnya. Contoh logisnya saja Pasir pantai yang seharusnya putih bersih jadi hitam dan di sela-selanya mengandung kayu. Lalu ranting pohon yang seharusnya tumbuh di potong hanya untuk kepentingan sesaat, coba sini tanganmu di potong buat bahan bakar!!
Tenda Kami yang terzalimi asap perapian
Ternyata penderitaan tak sampai di pembakaran saja! Dua orang polisi berseragam lengkap tiba-tiba datang. Bukan karena ada razia tetapi mau menangkap segerombolan kisana-kisana yang saya katakana tadi sebagai penggiat jurus “DRUNKEN MASTER”. Menurut sepengetahuan saya dari sudut pandang saya ada penjaga yang memang melaporkan aktivitas negative para kisana-kisana itu karena sudah di tegur sebelumnya kalau memang niat berlatih jurus terlarang bukan disini tempatnya namun sepertinya teguran si penjaga tak di hiraukan oleh kisana-kisana yang gagah dan bernafas alcohol itu. Sepertinya kisana-kisana ini memang sudah berniat tidak baik disini. Jelas saja penjaga juga tak suka karena katanya dari awal baunya sudah alcohol. Mungkin teguran penjaga tak hanya sekali dua kali dan tetap saja tak di hiraukan. Jadilah Pak Polisi datang menghampiri para penggiat jurus terlarang ini. Yang masih mampu di angkut polisi ikut bersama ke Polsek Panggang sedangkan yang tidak mau hanya di angkut sandangnya saja seperti jaket sepatu dan celana, kisana pun mau tak mau pagi harinya harus mengmbilnya di Polsek Panggang. Salut pada Pak Polisi yang mau turun ke lapangan mengayomi masyarakatnya (.

Tak terbantahkan camping kali ini benar-benar tak se-ceria seperti biasanya tapi syukuri ajalah pengalamanya yang penting jangan lagi mengunjungi lagi tempat yang HITS. Lelah badan ini pagi sudah berbisik untuk kami segera beristirahat.

PULANG DI PAGI HARI

Tujuan awal kami camping hanyalah bersuka ria mendaur ulang pikiran negative menjadi positif namun malah jadi semakin negatih.haha. Pagi harinya kami bangun pukul 05.30 lalu beraktivitas seperti selayaknya camping pada umumnya, memasak sarapan membuat minuman dan photosession.


Slow Speed with CPL filter
Tak ada yang special di pagi itu selain bercanda ria bersama rekan-rekan. Setelah perut terisi kamipun beranjak dari otak kami yg disibukan dengan pikiran “bagaimana bisa buat foto bagus ala pantai di keramaian pantai?. Terbesitlah ide untuk memindah tenda ke depan bibir pantai agar tak terlihat sesak di dalam foto. Saya suka komposisi framing maka dari itulah saya gunakan pintu tenda sebagai framenya dan seperti inilah foto-fotonya..



Framing dengan Tenda
Oiya tak lupa juga karena saya dan Agustin punya Usaha bunga flannel foto produk pun juga di mulai hehe meskipun tak semenarik sperti produk ternama setidaknya bunga yang anti layu ini sudah sampai di pantai (. Usaha bunga flannel ini bernama TRIAKA project singkatan dari Saria Ika. Dan Allhamdulillah usaha ini sudah berjalan selama satu tahun lebih sedikit di hitung dari September 2015. Untuk katalognya kami menggunakan media social Instagram sebagai sarana promosi yang dapat di lihat dan di Follow dengan user id @triakaproject dan untuk daftar harga silahkan klik link ini daftar harga bunga flannel.

see more catalougr at instagram @Triaka Projecy
Lengkap sudah agenda pagi di pantai kecil ini dan saatnya kita pulang ke rumah masing-masing karena Febri Mercon sudah janjian sama gebetanya jadi terpaksa harus buru-buru pulang.

Pulang dulu 

Sekian dulu artikel kali ini semoga berkenan di hati para pembaca yang berjiwa pengembara, semoga ada pelajaran yang bisa di petik dari rangkaian peristiwa di dalam artikel yang singkat ini. Jangan ada pikiran buang sampah sembarangan, karena pengembara tak meninggalkan sampah di manapun ia berada. TETAP MENGEMBARA DAN MEMBARA PARA MUDA (.

Related Posts: