Kata siapa mengembara itu hal yang mengasyikan dan menyenangkan. Mengembara bisa juga jadi hal yang menjenuhkan saat suatu tempat yang kita kunjungi sudah tak lagi menawarkan rasa teduh di hati dan justru membuat mental jadi ciut. Dewasa ini tren travelling ala acara stasiun tv swasta sedang marak-maraknya meskipun acara tv itu sudah tak booming lagi nyatanya dampaknya sangat berpengaruh bagi sebagian kalangan. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pengunjung yang datang ke suatu tempat wisata dengan tujuan dan hakikat masing-masing. Namun yang perlu di garis bawahi di sini adalah apa dampak positif pada tempat yang di kunjungi tersebut? Atau justru dampak negatif yang lebih mendominasi?. Hal ini sering kali di lupakan oleh penggiat kegiatan “traveling”. Untuk itu saya akan membagi pengalaman saya di suatu pantai di Gunungkidul yang “notabenya”(dulu) masih asri dan sepi dan minim fasilitas.Namun sekarang? Baca dan simpulkan sendiri :D
Nama patainya adalah Pantai Wohkudu, tentu para kekinian sudah tau pantai ini terletak dimana. Pantai berpasir putih yang tidak begitu lebar dan luas ini memanglah menjadi idaman penggiat kegiatan outdoor yang bermaksud merusak menjalin kasih dengan suasana alam pantai karena memang letaknya tak jauh dari kota Jogja. Hanya tinggal menggunakan kendaraan pribadi menuju kecamatan Panggang kurang lebih 1 jam dan trekking kurang lebih 15 menit pantai ini sudah dapat di nikmati. Pertama kali saya datang ke pantai ini pada awal tahun 2015 dan mengulang lagi karena tak sempat menikmati camping ceria di tempat ini pada hari Sabtu(7 februari 2016). Berawal dari rencana yang sering gagal berkepanjangan akhirnya jadi juga wacana mini yang di rencanakan ini.
Wacana yang sudah tertunda 2 kali ini akhirnya tereleasisasi juga. Personel saat itu ada 4 orang yaitu Saya, Agustin(pacar saya), Febri Mercon dan Marchel the Barista. Titik awal kami berangkat adalah basecamp kami yaitu warung mercon mas Febri yang berada di Jalan Letj. Suprapto, Ngampilan Yogyakarta. Kami berangkat sekitar kurang lebih pukul 22.00 WIB karena menunggu si barista kami pulang dari Coffe Bean. Setelah semua prepare logistic terpenuhi dan sewa tenda blablabla komplit kami berangkat menuju Pantai Wohkudu dengan santay dan tidak terburu-buru dan akhirnya sampai di sana pada pukul 23.46 WIB. Sesampainya disana firasat saya sudah tak karuan, di karenakan parkiran kali itu benar-benar penuh dan sesak di tambah pertanyaan bodoh saya kepada penjaga kendaraan yang di jawab dengan singkat yaitu “Ramai Pak”. Apa daya waktu sudah tak bisa di kompromi untuk berpindah pantai lain. Pantai sebelah yang hits karena Pohon Abadinya itupun “katanya” juga sudah penuh tak ada tempat lagi untuk mendirikan tenda. Mau bagaimana lagi? Kami hidup di Jogja yang menyandang berbagai macam sebutan dari Kota Budaya, Kota Wisata, dan tentu saja Kota Pendidikan yang membuat banyak mahasiswa yang berada di Jogja dan mengakibatkan banyaknya penggiat kegiatan Outdoor di Jogja.
Kendaraan sepertinya sudah aman terkondisikan. Kami mengeluarkan senter kami dan berjalan menyusuri jalan setapak di dominasi batuan karang yang licin karena siang harinya terguyur hujan. Suasana jalan malam kali ini tak sperti biasanya, hanya keinginan lekas sampai dan mendirikan tenda lalu masak ngopi lalu istirahat. Tak ada imajinasi liar yang muncul seperti saat saya mendaki Gunung Sumbing tahun baru lalu. Hanya biasa saja alias flat. Di iringi canda tawa kami menuruni bukit yang licin itu dan tak jarang terbahak karena salah satu dari kami terpleset di kelicinan setapak remang itu. Kami menyebut tergelincir dengan level sudah mbletok/terkena lumpur itu GOL sedangkan kalau hanya hamper terpeleset dan masih bisa beranjak itu Offside di iringi dengan candaan macam Komentator pertandingan sepak bola kami menikmati setapak itu. Namun bukan berarti kami tak menjaga kesopanan kami di tempat itu. Ini hanya gurauan agar suasana tak datar dan kaku dan tetap saling menolong ketika GOL dengan level di atas mbletok itu wajib karena itulah gunanya kita punya TIM.
WOW ATAU WAH?
Setelah menyusuri setapak remang membisu selama 15 menit itu kamipun akhirnya sampai juga di bibir pantai. Ekpresi awal yang kami berikan bukanlah WOW ataupun Kita sampe juga di pantainya ala pendaki meraih puncak namun sebaliknya, seperti penantian yang berujung lara (. Banyangkan saja pentai yang berukuran kurang dari 200m persegi di penuhi puluhan orang dan belasan tenda tak terorganisir dan maraknya sampah di tempatkan pada satu wadah dan di bakar mentah-mentah. Yang terucap hanyalah “OPO IKI?”. Dan yang parahnya lagi di jalan setapak menuju pantai kami bertemu kisana yang sedang bersemedi mendalami jurus “DRUNKEN MASTER” tanpa busana(hanya celana pendek saja). Dan ada pula yang mendalami jurus Kera Wira-Wiri sok asik tanya sana tanya sini. Kami tak mau ambil pusing langsung saja kami dirikan tenda dan di tempat yang memang kurang berkompeten untuk menikmati pantai, mau gimana lagi sudah hilang selera sih. Jam menunjukan pukul 12.10dan tenda pun sudah berdiri terjejer lalu cooking set kami keluarkan makan dan ngopi ala kadarnya.
Malam itu hawanya agak panas/sumuk dan tak begitu lama kami disitu tibalah rombongan baru. Mereka dengan sigap mendirikan tenda di belakang tenda kami berdiri lalu tak sungkan pula menyalakan perapian dengan ramai riuh bergitar di perapian itu.Saya tak tahu kayu yang mereka bakar itu bawa dari atas atau menebang ranting-ranting di pohon.
Jangan bakar-bakar di pasir |
Tenda Kami yang terzalimi asap perapian |
Tak terbantahkan camping kali ini benar-benar tak se-ceria seperti biasanya tapi syukuri ajalah pengalamanya yang penting jangan lagi mengunjungi lagi tempat yang HITS. Lelah badan ini pagi sudah berbisik untuk kami segera beristirahat.
PULANG DI PAGI HARI
Tujuan awal kami camping hanyalah bersuka ria mendaur ulang pikiran negative menjadi positif namun malah jadi semakin negatih.haha. Pagi harinya kami bangun pukul 05.30 lalu beraktivitas seperti selayaknya camping pada umumnya, memasak sarapan membuat minuman dan photosession.
Slow Speed with CPL filter |
Framing dengan Tenda |
see more catalougr at instagram @Triaka Projecy |
Pulang dulu |
Sekian dulu artikel kali ini semoga berkenan di hati para pembaca yang berjiwa pengembara, semoga ada pelajaran yang bisa di petik dari rangkaian peristiwa di dalam artikel yang singkat ini. Jangan ada pikiran buang sampah sembarangan, karena pengembara tak meninggalkan sampah di manapun ia berada. TETAP MENGEMBARA DAN MEMBARA PARA MUDA (.
0 Response to "Wohkudu yang Malang"
Post a Comment